Thursday, September 14, 2017

Askep HDR


ASKEP HDR (harga diri rendah)





BAB 1


PENDAHULUAN






1.1 Latar Belakang



Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 199). Harga Diri Rendah Kronis adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Departemen Kesehatan, 1998).


Berdasarkan catatan World Health Organization (WHO), sebanyak 450 juta orang di muka Bumi mengalami gangguan mental (mental disorder), 150 juta mengalami depresi, 25 juta orang mengalami skizofrenia, sebagai gambaran, di negara Indonesia survey tentang penderita gangguan jiwa tercatat 44,6% per 1.000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data yang diperoleh penulis, jumlah pasien yang dirawat di Rumah Sakit Atma Husada Mahakam Samarinda pada bulan Januari sampai November2009 adalah sebanyak 852 orang.


Berdasarkan fakta – fakta seperti itu sudah seharusnya menjadi cacatan bagi kita di Indonesia dalam mengatasi kesehatan jiwa yang sudah mengkhawatirkan dewasa ini akibat terjadinya “perang”, konflik dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan. Karena secara nyata kondisi seperti itulah yang merupakan salah satu pemicu yang memunculkan rasa stress, depresi dan berbagai gangguan jiwa pada manusia.


Dengan meningkatnya angka gangguan jiwa di Indonesia pada umumnya dan di Rumah Sakit Atma Husada Mahakam Samarinda pada khususnya, maka perlunya dilakukan perawatan yang lebih intensif pada klien dengan Harga Diri Rendah Kronis secara menyeluruh meliputi


Bio – Psiko – Sosio – Spiritual, dimana penanganan klien dengan Harga Diri Rendah pada kuhususnya dan gangguan jiwa pada umumnya, menekankan ke arah profesionalisme profesi keperawatan oleh sebab itu penyusun tertarik untuk mengangkat Asuhan Keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah Kronis sebagai judul makalah.


Berdasarkan faktor – faktor tersebut di atas, sehingga perawatan masalah dengan Harga Diri Rendah Kronis sangat memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh, karena seseorang yang mengalami gangguan jiwa dengan harga diri rendah pasti akan merasa dirinya tidak berharga, tidak mampu, dan selalu mengatakan bahwa dirinya tidak berguna, yang mana hal ini dapat memicu seseorang mengalami stress.






1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum


Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman langsung dalam memberikan asuhan keperawatan klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.


1.2.2 Tujuan Khusus


Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis, penyusun akan dapat :


1) Melakukan pengkajian pada klien dengan Harga Diri Rendah Kronis.


2) Merumuskan diagnosa keperawatan yang timbul pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.


3) Merencanakan tindakan keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.


4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.


5) Membuat evaluasi dari tindakan keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.


6) Membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.






1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Perawat


Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis.














1.3.2 Bagi Institusi


Makalah tentang Asuhan Keperawatan pada klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis dapat menambah bahan – bahan referensi di perpustakaan institusi.


1.3.3 Bagi Pembaca


Makalah ini dapat dijadikan pengalaman dan latihan bagi pembaca dalam menyusun asuhan keperawatan Harga Diri Rendah Kronis.






1.4 Ruang Lingkup


Pada kesempatan ini penyusun membatasi ruang lingkup materi asuhan keperawatan klien Ny. B dengan Harga Diri Rendah Kronis yang dimulai pada tanggal 16 – 18 November 2009 dari pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi.






1.5 Sistematika Penulisan


Penyusunan Makalah ini terdiri dari 5 Bab yang disusun dengan urutan :


Bab 1 Pendahuluan


Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan.


Bab 2 Tinjauan Pustaka


Terdiri dari konsep dasar dan asuhan keperawatan.






Bab 3 Tinjauan Kasus


Terdiri dari proses keperawatan yang meliputi pengkajian, analisa data, pohon masalah, masalah keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.


Bab 4 Pembahasan


Yang menguraikan tentang pembahasan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Setelah melihat adanya kesenjangan dengan apa yang ditemukan dilapangan, kemudian dilakukan suatu analisis, terdapat perbedaan yang terjadi antara konsep dan kenyataan.


Bab 5 Penutup


Terdiri dari simpulan dan saran.






BAB 2


TINJAUAN PUSTAKA






2.1 Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis


2.1.1 Pengertian


Konsep Diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).


Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir ; tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dengan realitas dunia, kemudian melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain.


Harga Diri Rendah Kronis adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, termasuk kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Departemen Kesehatan, 1998).


Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).


Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :


1) Citra tubuh (Body Image)


Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).


2) Ideal Diri (Self Ideal)


Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.


3) Identitas Diri (Self Identifity)


Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.


4) Peran Diri (Self Role)


Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).


5) Harga Diri (Self Esteem)


Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998.


2.1.2 Rentang Respon


Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif. Rentang respon individu terhadap konsep dirinya dapat dilihat pada gambar 1.





















Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi diri Konsep-diri Harga diri Kerancuan Identitas Depersonalisasi


Positif rendah






Gb 1. Rentang respon konsep – diri (Stuart & Sundeen, 1998, hlm. 374 ).


Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.


Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan/ atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik diri dari realitas.


Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak – kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang lain.


Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya (Stuart & Sundeen, 1998). Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.






2.1.3 Harga Diri Rendah Kronis


Harga Diri Rendah Kronis adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Departemen Kesehatan, 1998).


Harga Diri Rendah Kronis dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Harga Diri Rendah Kronis dapat terjadi secara :


a) Situasional yaitu terjadi trauma yang tiba – tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami/ istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba).


b) Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang mal adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.


2.1.4 Etiologi


Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep – diri seseorang.


a) Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah yaitu :


1) Perkembangan individu yang meliputi :


- Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal pula untuk mencintai orang lain.


- Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang – orang tuanya atau orang tua yang penting/ dekat dengan individu yang bersangkutan.


- Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang tua atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan individu.


- Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa rendah diri.


2) Ideal diri


- Individu selalu dituntut untuk berhasil.


- Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.


- Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya diri.


b) Faktor Presipitasi


Faktor presipitasi atau stresor pencetus dari munculnya harga diri rendah mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti:


1) Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri.


2) Pengalaman traumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan, aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon terhadap trauma pada umumnya akan mengubah arti trauma tersebut dan kopingnya adalah represi dan denial.


c) Perilaku


Dalam melakukan pengkajian, perawat dapat memulai dengan mengobservasi penampilan klien, misalnya kebersihan, dandanan, pakaian. Kemudian perawat mendiskusikannya dengan klien untuk mendapatkan pandangan klien tentang gambaran dirinya. Gangguan perilaku pada gangguan konsep diri dapat dibagi sebagai berikut :


Perilaku berhubungan dengan harga diri rendah. Harga diri yang rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri.





2.1. Masalah Keperawatan


a) Isolasi Sosial


b) Harga Diri Rendah Kronis


c) Koping Individu tidak efektif


2.1.7 Diagnosa Keperawatan


a) Harga Diri Rendah Kronis


b) Koping Individu Tidak Efektif


c) Isolasi Sosial




















2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis


Klien yang mengalami harga diri rendah menyebabkan klien merasa sukar berhubungan dengan orang lain.dan tidak mempunyai kemandirian Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar dapat menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat memakai dirinya sendiri secara terapeutik dalam merawat klien dan meningatkan hara diri klien untuk memberikan motivasi klien.


Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam perasaan yang sedang dirasakan klien dan tidak menyangkalnya.


2.2.1 Pengkajian


Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan, pada tahap ini semua data informasi tentang klien yang dibutuhkan dan di analisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, L, J, 1997).


Tahap pertama pengkajian meliputi faktor predisposisi seperti : psikologis, tanda dan tingkah laku klien dan mekanisme koping klien. (Stuart & Sundeen, 1999. dikutip oleh kuliah, B. A., 1998 ).


Pengkajian meliputi beberapa faktor yaitu :


a) Faktor Predisposisi


1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis.


2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.


3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, dan kultur sosial yang berubah.


b) Faktor Presipitasi


1) Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.


2) Konflik peran adalah ketidak sesuaian peran antara yng dijalankan dengan yang diinginkan.


3) Peran yang tidak jelas adalah kurangnya pengetahuan individu tentang peran yang dilakukannya.


4) Peran berlebihan adalah kurangnya sumber adekuat untuk menampilkan seperangkat peran yang kompleks.


5) Perkembangan yang transisi yaitu perubahaan norma yang berkaitan dengan nilai untuk menyesuaikan diri.


6) Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.


c) Perilaku (Stuart dan Sundeen, 1998) :


1) Mengkritik diri sendiri atau orang lain


2) Produktivitas menurun


3) Destruktif pada orang lain


4) Gangguan berhubungan


5) Merasa diri lebih penting


6) Merasa tidak layak


7) Rasa bersalah


8) Mudah marah dan tersinggung


9) Perasaan negatif terhadap diri sendiri


10) Pandangan hidup yang pesimis


11) Keluhan – keluhan fisik


12) Pandangan hidup terpolarisasi


13) Mengingkari kemampuan diri sendiri


14) Mengejek diri sendiri


15) Menciderai diri sendiri


16) Isolasi sosial


17) Penyalahgunaan zat


18) Menarik diri dari realitas


19) Khawatir


20) Ketegangan peran


d) Mekanisme Koping


Jangka Pendek :


1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : Pemakaian obat – obatan, kerja keras, nonton TV terus – menerus.


2) Kegiatan mengganti identitas sementara (Ikut kelompok sosial, keagamaan, politik).


3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (Kompetisi olah raga kontes popularitas).


4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (Penyalahgunaan obat).


Jangka Panjang :


1) Menutup identitas


2) Identitas negatif : Asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat


2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan gangguan status kesehatan jiwa klien baik aktual maupun potensial yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan yang dilakukan didalam diagnosa keperawatan terdapat pernyataan respon klien dimana perawat bertanggung jawab dan mampu mengatasinya (Gaffar, L. J, 1997).


Diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan pohon masalah adalah :


a) Harga Diri Rendah Kronis


b) Koping Individu Tidak Efektif


c) Isolasi Sosial


2.2.3 Perencanaan


a) Tujuan Umum : Meningkatkan aktualisasi diri dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidak mampuan.


b) Tujuan Khusus : Klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri dan membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.


c) Tindakan Keperawatan : Membantu kilen mengidentifikasi penilaian tentang diri dan kemudianmelakukan perubahaan perilaku :


- Memperluas kesedaran diri


- Menyelidiki diri


- Mengevaluasi diri


- Membuat perencanaan yang realistis


- Bertanggung jawab dalam bertindak


Berdasarkan pohon masalah diatas dan masalah keperawatan diangkat dua diagnosa keperawatan sebagai berikut :


1) Diagnosa Keperawatan I


Harga Diri Rendah Kronis


Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya


Kriteria Evaluasi


1.1 Ekspresi wajah bersahabat


1.2 Ada kontak mata


1.3 Mau berjabat tangan


1.4 Mau menyebutkan nama


1.5 Mau duduk berdampingan dengan perawat


1.6 Mau mengutarakan masalah yang dihadapi


Intervensi :


1.1.1 Sapa ramah klien (verbal, non verbal)


1.1.2 Perkenalan diri dengan sopan


1.1.3 Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien


1.1.4 Jelaskan tujuan pertemuan


1.1.5 Jujur, menepati janji


1.1.6 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya


1.1.7 Beri klien perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien


Tujuan : Klien Dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki


Kriteria evaluasi :


2.1 Kemampuan yang dimiliki klien


2.2 Aspek positif keluarga


2.3 Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien


Intervensi :


2.1.1 Diskusikan kemampaun dan aspek positif yang dimiliki klien


2.1.2 Setiap bertemu klien, hindarkan memberi penilaian yang negatif


2.1.3 Utamakan memberi pujian yang realistik


Tujuan : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


Kriteria evaluasi :


3.1 Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan


Intervensi :


3.1.1 Diskusikan dengan klien kemampian yang masih dapat di gunakan selama sakit


3.1.2 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya


Tujuan : Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang di miliki


Kriteria Evaluasi :


4.1 Klien dapat membuat rencana kegiatan harian


Intervensi :


4.1.1 Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat di lakukan setiap hari sesuai kemampuan : Kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total


4.1.2 Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien


4.1.3 Beri contoh cara pelaksanan kegiatan yang boleh di lakukan


Tujuan : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Kriteria Evaluasi:


5.1 Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Intervensi :


5.1.1 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah di rencanakan


5.1.2 Beri pujian atas keberhasilan klien


5.1.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah


Tujuan : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga.


Kriteria Evaluasi :


6.1 Kilen memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga


Intervensi :


6.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah.


6.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.


6.1.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.


2) Diagnosa Keperawatan II


Koping individu tidak efektif


Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat


Intervensi :


1.1.1 Lakukan pendekatan yang hangat, menerima klien apa adanya dan bersifat empati


1.1.2 Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat sendiri (Misalnya : Rasa marah, frustasi, simpati)


1.1.3 Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang suportif


1.1.4 Beri waktu untuk klien berespon pujian


Tujuan : Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya


Intervensi :


2.1.1 Tunjukkan respon emosional dan menerina klien apa adanya


2.1.2 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik


2.1.3 Bantu klien mengekspresikan perasaanya


2.1.4 Bantu mengidentifikasi area situasi kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol


Tujuan : Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif


Intervensi :


3.1.1 Diskusikan masalah yang dihadapi klien


3.1.2 Identifikasi pemikiran negatif, bantu menurunkan interupsi/ subsitusi


3.1.3 Bantu meningkatkan pemikiran yang positif


Tujuan : Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping


Intervensi :


4.1.1 Terima klien apa adanya, jangan menentang keyakinannya


4.1.2 Kenalkan realitas


4.1.3 Beri umpan balik tentang perilaku, stressor dan sumber koping


4.1.4 Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional


4.1.5 Beri batasan perilaku maladaptif


Tujuan : Klien dapat melakukan kegiatan yang menarik, dan aktivitas yang terjadwal


Intervensi :


5.1.1 Beri klien aktivitas yang produktif


5.1.2 Beri latihan fisik sesuai bakatnya


5.1.3 Bersama klien buat jadwal aktivitas yang dapat dilakukan sehari – hari


5.1.4 Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya


3) Diagnosa Keperawatan III


Isolasi Sosial


Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat


Kriteria Evaluasi :


1.1 Klien dapat menerima kehadiran perawat.


Intervensi :


1.1.1 Bina hubungan saling percaya.


Tujuan : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan prilaku menarik diri.


Kriteria Evaluasi :


2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab/ alasan menarik diri.


Intervensi :


2.1.1 Kaji pengetahuan klien tentang menarik diri.


2.1.2 Diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik diri.


2.1.3 Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.


Tujuan : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.


Kriteria Evaluasi :


3.1 Klien dapat menebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain.


Intervensi :


3.1.1 Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.


3.1.2 Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap.


3.1.3 Beri pijian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.


Tujuan : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.


Kriteria Evaluasi :


4.1 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.


Intervensi :


4.1.1 Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.


4.1.2 Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap.


4.1.3 Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan.


4.1.4 Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai.


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.


Kriteria Evaluasi :


5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain : diri sendiri dan orang lain


Intervensi :


5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.


5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.


5.1.3 Beri reinfircement positif atas kemampuan klien mengungkapkan manfaat berhubungan dengan orang lain.


Tujuan : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.


Kriteria Evaluasi :


6.1 Keluarga dapat : menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri.


Intervensi :


6.1.1 Bisa berhubungan saling percaya dengan keluarga : salam perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi perasaan keluarga.


6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik diri.


6.1.3 Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.


6.1.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal 1 minggu sekali.


6.1.5 Beri reinforcement atas hal – hal yang telah dicapai oleh keluarga.






2.2.4 Implementasi


Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal – hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan Harga Diri Rendah kronis dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan :


a) Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP).


b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.


c) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


d) Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit damn kemampuannya.


f) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga. Hal ini dimaksudkan agar tindakan keperawatan selanjutnya dapat dilanjutkan (Gaffar L. J., 1997).


2.2.5 Evaluasi


Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien (Keliat, B.A., 1997). Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi masalah Harga Diri Rendah Kronis diharapkan klien dapat :


a) Ancaman integritas fisik atau Harga Diri Rendah klien sudah berkurang.


b) Perilaku klien menunjukkan kemajuan dalam menerima, menghargai dan meyakini diri sendiri.


c) Sumber koping yang adekuat sudah dimiliki klien dan digunakannya.


d) Klien dapat memperluas kesadaran diri, menyelidiki dan mengevaluasi diri.


e) Klien menggunakan respon koping yang adaptif.


f) Klien sudah mempelajari strategi baru untuk beradaptasi, dan meningkatkan aktualisasi diri.


g) Klien sudah menggunakan pemahaman yang tinggi tentang diri sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan kepribadian.


Wednesday, September 13, 2017

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT CAMPAK



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
       Dahulu, selama berabad-abad, campak ( rubeola, morbili ), merupakan penyakit menular masa kanak-kanak yang paling umum. Walaupun campak tidak umum lagi di Negara yang memberikan vaksin secara luas, tetapi ketimpangan antara Negara maju dan Negara lain yang kurang perawatan kesehatan untuk bayi dan anak sangat mencolok. UNICEF memperkirakan lebih dari 1 juta kematian setahun disebabkan oleh campak dan komplikasinya pada anak di Negara berkembang di seluruh dunia.
       Menurut data SKRT  ( 1996 ) insiden campak pada balita sebesar 528/10.000. angka tersebut jauh lebih rendah disbanding tahun 1982 sebelum program imunisasi campak dimulai, yaitu 8000/10.000 pada anak umur 1-15 tahun. Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk menurunkan insiden campak. Sebagai dampak program imunisasi tersebut insiden campak cenderung turun pada ssemua umur. Pada bayi ( < 1 tahun ) dan anak umur 1-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relative landai.
       Saat ini programpemberantasan penyakit campak dalam tahap reduksi yaitu penurunan jumlah kasus dan kematian akibat campak, menyusul tahap eliminasi dan akhirnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun setelah tahap eliminasi, penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya penjamunya adalah manusia.
       Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang, komplikasi penyakit campak, serta asuhan keperawatan dari penyakit campak itu sendiri.



B.     Tujuan penulisan
                   1.         Tujuan Umum
a.       Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis campak.
                   2.         Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien campak.
b.      Mahasiwa mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien campak.
c.       Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien campak.
d.      Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah dibuat pada pasien campak.
e.       Mahasiswa dapat mengevaluasi pasien campak.

  

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Anatomi fisiologi
         1.         Anatomi kulit.
                        Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
            Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

a.       Epidermis
       Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
       Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1.      Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2.      Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3.      Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4.      Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5.      Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
        Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
b.      Dermis
       Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
                                          1.         Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
                                          2.         Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
        Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.

Monday, August 28, 2017

DIABETES MELITUS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
  • Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
  • Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
  • Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
•Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi  autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
• Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik
b.    DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
•    Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c.    DM Malnutrisi
•    Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
•    Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas
d.    DM Tipe Lain
•    Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
•    Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak
•    Obat-obatan
–    Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel  seperti aloxan dan streptozerin
–    Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine dll.
3. Manifestasi klinis
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Polipagia
4. Penurunan berat badan
5. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
6. Malaise
7. Kesemutan pada ekstremitas
8. Infeksi kulit dan pruritus
9. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
4. Patofisiologi   WOC (terlampir)
5. Penatalaksanaan
Tujuannya :
a.    Jangka panjang    : mencegah komplikasi
b.    Jangka pendek    : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a.    Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari :
•    Karbohidrat    60 – 70%
•    Protein    12 – 20 %
•    Lemak    20 – 30 %
b.    Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c.    Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d.    Terapi (jika diperlukan)
e.    Pendidikan
(Brunner & Suddarth, 2002)
6.    Pemeriksaan Diagnostik
    Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
a.    Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b.    Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.    Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
    Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien
(Brunner & Suddarth, 2003)
    Aseton plasma (keton)    : positif secara mencolok
    Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
    Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
    Elektrolit :
    Natrium    :     meningkat atau menurun
  Kalium    :    (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya menurun.
    Fosfor    :    lebih sering meningkat
    Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik.
    Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.
    Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal).
    Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.
(Doengoes, 2000)
7.    Komplikasi
a.    Komplikasi metabolik
•    Ketoasidosis diabetik
•    HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b.    Komplikasi
•    Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
•    Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).
(Brunner & Suddarth, 2002)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b.    Riwayat Kesehatan Dahulu
o    Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
o    Riwayat ISK berulang
o    Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
o    Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d.    Pemeriksaan Fisik
o    Neuro sensori

Friday, July 18, 2014

Askep difteri

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Penderita difteri yang berat yang di rawat dirumah sakit pada tahun 1974, 122 penderita telah dirawat pada satu bangsal anak disuatu rumah sakit dijakarta dengan angka kematian sebesar 15,6%. Dua peneliti yang diadakan oleh Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI pada tahun 1963 dan 1969 menunjukan hanya bahwa sedikit terjadi perubahan pola penyakit ini dalam kurun waktu 10 tahun. Ditunjukan juga bahwa 96% dari penderita belum pernah di imunisasi.
Pada penduduk yang belum divaksinasi, difteri merupakan penyakit dimana golongan umur 1-5 tahun terserang paling bayak. sebelum berumur satu tahun, antibody yang berasal dari ibu melindungi anak ini, seliwatnya masa ini Difteri mulai mengganas dan menyerang anak-anak yang tidak mempunyai cukup antibody meskipun telah pernah terkena infeksi dari kuman Difteri yang tidak sampai menimbulkan penyakit secara klinis.