ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PNEUMONIA
UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH :KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DOSEN PEMBIMBING : Hj. Lindawati,
Skep . Ners
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANTEN
JURUSAN
KEPERAWATAN TANGERANG
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah SWT yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Shalawat
dan Salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya.
Syukur
Alhamdulillah, Penyusun panjatkan kehadirat iIlahi Rabbi atas segala Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kepewrawatan Medikal Bedah yang
berjudul PNEUMONIA.
Pada kesempatan ini,
penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Ibu Lindawati dosen mata kuliah KMB (Keperawatan Medikal
Bedah).
Penyusun menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan. Akhirnya penyusunhanya dapat mengembalikan segala sesuatunya kepada
Allah SWT. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
menggunakannya. Amin.
Tangerang, September 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.................................................................................................. 4
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................. 4
1.3
Tujuan............................................................................................................... 5
1.4
Manfaat............................................................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN TEORI
A.
KONSEP DASAR MEDIK
2.1 Pengertian........................................................................................................... 6
2.2 Patogenesis......................................................................................................... 6
2.3 Etiologi,
Tanda, dan Gejala................................................................................ 8
2.4 Patofisiologi........................................................................................................ 9
2.5 Penatalaksanaan
Medis dan Keperawatan.......................................................... 11
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PNEUMONIA
2.6Pengkajian............................................................................................................. 12
2.7 Diagnosa Keperawatan...................................................................................... 14
2.8 Rencana Keperawatan....................................................................................... 15
2.9 Implementasi...................................................................................................... 18
3.0 Evaluasi.............................................................................................................. 18
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................ 19
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian
dan kecacatan
yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (PK) atau
didalam rumah sakit/pusat perawatan. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi
saluran nafas bawah akut diparenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15%-20%.
Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN diruangan
umun, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi pada 9-27% dari pasien yang
diintubasi. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa
yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang
mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang yang lanjut
usia/lansia dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Pada perkembangannya pengelolahan pneumonia telah dikelompokan pneumonia yang
terjadi dirumah sakit - pneumonia nosokomial (PN) kepada kelompok
pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator dan yang didapat dipusat
perawatan kesehatan.
1.2 Rumusan masalah
- Bagaimana Pneumonia pada klien dewasa
bias terjadi ?
- Apa tanda dan gejala yang muncul
dari Pneumonia pada klien dewasa ?
- Apa pemeriksaan diagnostic pada pasien dengan Pneumonia pada klien dewasa?
- Bagaimana cara menangani gangguan
pernapasan akibat penyakit Pneumonia klien dewasa?
- Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien dengan Pneumonia pada klien dewasa?
1.3 Tujuan
Ø Tujuan
Umum
Mampu
menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan Pneumonia
Ø Tujuan
Khusus
- Menjelaskan konsep dasar Pneumonia
- Menjelaskan asuhan keperawatan klien
dewasa dengan Pneumonia, meliputi:
a)
Pengkajian Pneumonia
b)
Mengidentifikasi diagnosa
keperawatan pada klien dewasa dengan Pneumonia
c)
Melakukan perencanaan pada klien dewasa
dengan Pneumonia
1.4
Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan
makalah ini adalah:
1. Mendapatkan
pengetahuan tentangPneumonia
2. Mendapatkan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan Pneumonia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
Medik
2.1 Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses
peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi
terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung
pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.
Pneumonia
merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering
terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga
akibat penyakit komplikasi.“(A. Aziz Alimul : 2006)”
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan ganganguan pertukaran
gas setempat“(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Hal.
801)”
Pneumonia adalah kondisi peradangan akut pada paru-paru
dimana alveolus dan bronkhus yang lebih kecil terisi oleh eksudat radang“(JM.
Gibson, MD, Mikrobiologi dan Patologi Modern, hal. 111)”
2.2 Patogenesis
Pneumonia di kelompokan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan.
Salah satu di antaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, di bagi menjadi
dua kelompok, yaitu community-acquired (di peroleh di luar sarana
pelayanan kesehatan) dan hospital-acquired (di peroleh di rumah sakit
atau sarana kesehatan lainnya). Streptococcus pneumoniae menjadi
penyebab tersering terjadinya pneumonia yang di dapat di rumah sakit cenderung
bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit,
sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi sering kali terganggu.
Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotokmenjadi lebih besar.
Pneumonia bakteri di tandai oleh
eksudat intraalveolar supuratif di sertai konsilidasi. Proses infeksi dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Jika terjadi pada satu atau lebih lobus
disebut pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau
bronkopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang memiliki bercak
dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus.
Penting juga diketahui tentang
perbedaan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat dengan pneumonia yang didapat
dirumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen penyebab pneumonia berbeda
pada kedua sumber ini. Infeksi nasokomia sering disebabkan oleh bakteri
gram negatif atau staphylococcus aureus. Stadium dari pneumonia karena pneumococcus
adalah sebagai berikut :
1. Kongesti ( 4 – 12 jam
pertama): eksodat masuk ke serosa masuk kedalam alveolus dari pembuluh darah
yang bocor.
2. Hepatisasi
merah ( 48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena
sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.
3. Hepatisasi
kelabu ( 3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi dalam alveolus
yang terserang.
4. Resolusi (7 -11 hari):
eksudat mengalami lilis dan di reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semula.
2.3 Etiologi, Tanda, dan Gejala
Jenis pneumonia
|
Etiologi
|
Faktor resiko
|
Tanda dan gejala
|
Sindroma tipikal
|
Sreptococcus
pneumonia tanpa penyulit
Sterptococcus
pneumonia dengan penyulit
|
Sicklo cell
diseases
Hipogammaglobulinemia
Multipel
mieloma
|
Onset
mendadak dingin, mengigil, demam (39-40°C)
Nyeri dada
pleuritis
Batuk
produktif, sputum hijau dan puluren serta mungkin mengandung bercak darah.
Terkadang hidung kemerahan.
Reaksi
interkostal, penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosis.
|
Sindroma atipik
|
Haemophilus
influenzae
Staphilococcus
aureus
|
Usia tua
COPD
Flu
|
Onset
bertahap dalam 3-5 hari
Malaise,
nyeri kepala,nyeri tenggorokan, dan batuk kering.
Nyeri dada
karena batuk
|
|
Mycoplasma
pneumonia
Virus patogen
|
Anak-anak
Dewasa muda
|
|
Aspirasi
|
Aaspirasi
basil gram negatif, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, escherchia proteus,
basil gram positif
Starfilococcus
Aspirasi asam
lambung
|
Alkoholismedebilitas
Perawatan
(misal infeksi nosokimial).
Gangguan
kesadaran
|
Pada kuman
anaerob campuran, mulanya onset perlahan
Demam rendah,
batuk
Produksi
sputum/bau busuk
Foto dada
terlihat jaringan interstitial tergantung bagian yang parunya yang terkena.
Infeksi gram
negatif atau positif
Gambaran
klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik.
Disters
respirasi mendadak, dispnea berat, sianosis, batuk, hipoksemia,dan di ikuti
tanda infeksi sekunder
|
Hematogen
|
Terjadi bila
kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti pada kuman
stafilococcus, E. Coli, anaerob enteritik
|
Kateter IV
yang terinfeksi
Endokarditis
Drug abuse
Abses
intraabdomen
Pielonefritis
Empiema
kandung kemih
|
Gejala
pulmonaltimbul minimal di banding gejala septikemi
Batuk
nonproduktif dan nyeri pleuritik sama seperti yang terjadipada emboli paru
|
2.4 Patofisiologi
Paru merupakan struktur komplek yang
terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk melalui percabangan progresif jalan
napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun
bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menepati orofaring dan
terpajang oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang di hirup. Sterilisasi
saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaring dan pembersihan
yang efektif.
Saat terjadi inhalasi-bakteri
mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara
hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh pertama kali akan
melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang.
Pneumonia dapat
terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan
terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit
penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh
manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada
lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar
kecilnyaukuran sang penyebab tersebut.
(BAGAN
FATOFISIOLOGI)
Mikrorganisme
(bakteri, virus dan
jamur)
Inhalasi
mikrorganisme
Ke dalam
paru-paru
|
Penyebaran
hematogen dari
Fokus lain
|
Reaksi inflamasi pada parenkim paru
(sebagai upaya organ paru
melawan mikroorganisme)
Pe permeabilitas kapiler
¯
Cairan dan
protein keluar
¯
Eksudat
¯
Edema paru
¯
Membran
respirasi >tebal
(alveolus)
¯
*Pe¯ kecepatan difusi
* Pe¯ compliance
¯
hipoksemia
¯
Pe¯ metabolisme
¯
Pe¯ produk energi
¯
Kelelahan
¯
Intoleransi aktivitas
|
Nekrotik
parenkim
¯
Pleura
¯
Pleuritis
¯
Nyeri dada
¯
Gangguan rasa nyaman
Konsolidasi
paru
¯
Inefektif clearance airway
Dispnoe
Inefektif pola napas
Merangsang
chemo reseptor
¯
RR
¯
Me ventilasi
|
2.5 PENATALAKSAAAN MEDIS dan KEPERAWATAN
Ø PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Pemberian
antibiotic
Kepada
penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.seperti:
penicillin, cephalosporin.
Penderita
yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin
perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
2.
Pemberian antipiretik,
analgetik, bronchodilator
3.
Pemberian O2
4.
Pemberian cairan
parenteral sesuai indikasi
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Ø PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1.
Oksigen
1-2 L/menit.
2.
IVFD
dekstrose 10 % :NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
3.
Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
4.
Jika
sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
5.
Jika
sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6.
Koreksi
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
7.
Antibiotik
sesuai hasil biakan atau berikan :
v Untuk kasus pneumonia community base :
ü Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ü Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
ü Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ü Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
v Untuk kasus pneumonia hospital base :
ü Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
üAmikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
ü Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
üAmikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PNEUMONIA
2.6 Pengkajian
1. Biodata
Pneumonia lobularis sering terjadi secara primer pada orang dewasa, Ketika
seorang dewasa mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkanan besar ada
penyakit yang mendahuluinya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri ( yang
tersering yaitu bakteri streptococcus pneumoniae pneumococcus),
Pneumonia sering kali menjadi infeksi terakhir( sekunder) pada orang tua dan
orang yang lemah akibat penyakit tertentu.
2. Riwayat
kesehatan
Ø Keluhan utama
dan riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan
yang ditandai dengan keluhan mengigil, demam ≥ 40°C, nyeri pleuritik, batuk,
sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsilidasi
paru.
Ø Riwayat
kesehatan masa lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran nafas atas ( infeksi
pada hidung dan tenggorokan). Resiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat
alkoholik, post – operasi, infeksi pernafasan, dan klien dengan imonosupresi (
kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat
menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan meninggal.
3. Pemeriksaan
fisik
Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis (
Sudoyo,2006).
o Awitan akut
biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, sterptococcus spp,dan
Staphylococcus.
o Awitan yang
tidak terlihat dan ringan pada orang tua atau orang dengan penurunan imunitas
akibat kuman yang kurang patogen atau opertunistik.
o Tanda-tanda
fisik pada pneumonia klasik yang biasa di jumpai adalah deman, sesak napas,
tanda-tanda konsilidasi paru ( ronki nyaring serta suara pernapasan brokial.
o Ronki basah dan
gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang karena eksudat
dan fibrin dalam alveolus.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto rontgen
dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus,
bronkial; dapat juga menunjukan multipel abses atau infiltrat,empiema ( staphylococcus
); penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bakterial ) ; atau penyebaran
ekstensif nodul infiltrat ( sering kali viral ) ; pada pneumonia mycoplasma,
gambaran chest x- ray mungkin bersih.
b. ABGs / pulse
oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung pada luasnya perusakan
paru .
c. Kultur sputum
dan darah atau gram stain: di dapatkan dengan needle boipsy,
transtracheal aspiration, fiberopticf bronchoscopy atau biopsi paru terbuka
untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan di dapatkan lebih dari satu jenis
kuman, seperti diplococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, A hemolitik
steapthococcus dan haemophilus influenzae.
d. Hitung darah
lengkap/ complete blood count ( CBC ): leukositosis biasanya timbul,
meskipun nialai SDP rendah pada infeksi virus.
e. Tes serologik:
membantu membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. Laju endap
darah ( LED ): meningkat.
g. Pemeriksaan
fungsi paru: volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan
saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.
h. Elektrolit:
sodium dan klorida mungkin rendah.
i.
Bilirubin
2.7 Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa yang
muncul pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan : pneumonia,
diantaranyaadalah :
a. Bersihan jalan
nafas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial, pembentukan udem, dan
peningkatan produksi sputum.
b. Kerusakan
pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).
c. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d
tidak adekuatnya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia,
sekret, stasis disaluran nafas).
d. Intoleransi
aktivitas b.d tidak seimbangnya oksigen suplay dan deman
e. Nyeri akut b.d
inflamasi pada parenkim paru
2.8 Rencana
Keperawatan
Tindakan
yang perlud ilaksanakan
1.
Inefektif pola napas b/d dispnoe
Kriteria evaluasi : pola napas kembali
normal
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
·
Observasi
pola napas dan catat frekuensi pernafasan, jarak antara pernafasan spontan
dan napas ventilator.
·
Tinggikan
kepala tempat tidur atau letakkan pada kursi ortopedik bila mungkin.
·
Pemberian O2
dipertahankan
·
Bantu latihan
napas efektif.
|
·
pasien pada
ventilator dapat mengalami hyper ventilasi atau hypo ventilasi, dispnoe dan
berupaya memperbaiki kekurangan O2.
·
Peninggian
kepala pasien mempemudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
·
Dapat
membantu mengurangi akibat yang ditimbulkan memenuhi O2 yang
diperlukan oleh tubuh.
·
Memberikan
pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnoe.
|
2.
Inefektif clearance airway b/d konsolidasi paru atau
eksudat
Kriteria evaluasi :mengidentifikasi
perilaku mencapai bersihan jalan napas.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
·
Kaji
frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
·
Bantu pasien
latihan batuk efektif. Tunjukan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk.
·
Penghisapan
sesuai indikasi
·
Berikan
cairan hangat.
·
Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi : ekspektoran, bronkhodilator dan analgesik.
|
·
Takipnea,
pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan dinding dada/ cairan paru.
·
Napas dalam
memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/ jalan napas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan napas alami.
·
Merangsang
batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu
melakukan sendiri.
·
Cairan yang
hangat dapat memobilisasi dan pengeluaran sekret.
·
Obat untuk
menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. analgesik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan
secara hati-hati karena dapat menurunkan upaya batuk.
|
3.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d peradangan pada
pleura.
Kriteria evaluasi : menyatakan nyeri
hilang/ terkontrol
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
·
Tentukan
karakteristik nyeri
·
Pantau tanda
vital
·
Berikan
tindakan nyaman dengan latihan napas
·
Anjurkan dan
bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
·
Kolaborasi
pemberian obat analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
|
·
Nyeri dada
biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia.
·
Perubahan
frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
·
Dengan
relaksasi saraf tidak dipacu untuk bekerja secara aktif.
·
Alat untuk
mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya
batuk.
·
Obat ini
dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/ menurunkan mukosa
berlebihan.
|
4.
Intoleransi aktivitas b/d hypoksemia
Kriteria evaluasi : peningkatan toleransi
terhadap aktivitas
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
·
Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama perawatan.
·
Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlu keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
·
Bantu pasien
memilih posisi nyaman untuk istirahat/tidur
·
Bantu
aktivitas perawatan diri dan berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama
fase penyembuhan.
|
·
Menurunkan
stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
·
Tirah baring
dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan.
·
Pasien nyaman
dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan bantal.
·
Meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
|
2.9 Implementasi
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan
keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien
memenuhi criteria hasil. Implementasi keperawatan biasa dilakukan secara mandiri
maupun berkolaborasi dengan tim medic lainnya.
3.0 Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
criteria hasil/ tujuan yang di buat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus
proses keperawatan apabila criteria hasil/ tujuan telah tercapai. Klien akan masuk
kembali kedalam siklus apabila criteria hasil belum tercapai.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu penyakit pada system pernafasan yang
merupakan proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah
yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli,
menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi,
bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.Penyakit ini disebabkan oleh bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Allen,
Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan
Latihan. Jakarta : EGC
Elly Nurrachmah,
Dra, DNSC, Prosedur Keperawatan Medikal Bedah, EGC, 2000.
Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 2, 2001.
Somantri,
Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan .Jakarta : Salemba
Medika
Sudoyo,
Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2.Jakarta :Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKU
No comments:
Post a Comment